Hotaru No Haka dan Memaknai Realita

Kemarin sore seperti biasa, sembari menyuapi bayi dan menunggui Dira makan sore, kami browsing saluran TV. Tak sengaja kami membuka Celestial Movies yang tengah memutar film Studio Ghibli, Grave of the Fireflies (1988).
Sayang filmnya sudah hampir habis dan Dira penasaran, sehingga saya janjikan usai makan ia boleh nonton versi lengkapnya di notebook.

Saat itu saya merasa membuat satu langkah krusial dalam hubungan saya dan Dira. Film ini adalah salah satu film yang paling membuat saya depresi, dan ketika harus memutarkannya untuk putri saya ini, ada kekhawatiran kalau rasa itu akan menular pula kepadanya. Hanya saja, melihat minatnya yang besar dan toh saya ikut mendampingi, saya gambling saja, sekalian melihat reaksinya sambil dalam hati menguatkan diri.

Reaksi Dira saat menonton sudah bisa saya prediksi. Ia dihinggapi rasa takut, terutama ketika berkali-kali muncul adegan serangan udara. Ia sedih dan juga kasihan melihat Setsuko dan Seita yang harus kehilangan terlalu banyak hal. Lalu di akhir film ia bertanya, kenapa mereka berperang?

Pertanyaan singkat yang lalu kami bahas cukup lama. Saya tunjukkan foto-foto hasil gugling mengenai efek bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Saya mengajaknya membandingkan lanskap reruntuhan bangunan sisa perang dengan ilustrasi yang dilihatnya di film. Saya ceritakan pula bahwa Jepang dan banyak negara lain saat itu porak-poranda akibat perang berkepanjangan. Tak lupa saya ajak ia bersyukur karena setidaknya sampai sekarang, ia tak mengalami hal seperti Seita dan Setsuko.

Saya yakin di usianya yang kedelapan, ia sudah mengembangkan rasa empati. Ini yang saya coba tanamkan di benaknya, bahwa akhirnya, perang dan kebencian hanya akan membawa kehancuran, penderitaan dan kesedihan. Saya tak tahu bagaimana pikirannya akan mencerna pesan tersirat dari film ini. Saya hanya berharap ia bisa berdamai dengan realita, dan mengetahui bahwa film ini bisa lebih dekat dengan dunia nyata ketimbang apa yang dipajang di cerita Princess.

Yang jelas, akhirnya saya sanggup menonton lagi film ini. Ada rasa lega sesudahnya, walau rasa sesak itu tak hilang juga.

Ah, saya mungkin terlalu melankolis saja…

War does not decide who is right but who is left.

– George Bernard Shaw

10 thoughts on “Hotaru No Haka dan Memaknai Realita”

  1. Hello! Lama tak jumpa. 😀

    Saya tunjukkan foto-foto hasil gugling mengenai efek bom atom di Hiroshima dan Nagasaki.

    Oalah. Kebetulan yang aneh. Baru saja saya posting soal bom atom… :

    BTW, bom atom itu betul-betul mengerikan. Serius. Laporan percobaan ilmuwan pembuatnya bikin saya gemetar…

    Dan artikel wikipedia tentang relief effort pasca perang sama seramnya. Stuff of nightmare. 😐

    Reply
    • Halo Om Sora 😀 Apa kabar? Dicari teman-teman tuh di lapak socmed :mrgreen:

      Iya ini kok kebetulan sekali, jadi membahas topik yang berkaitan meski dari segi mutu jauhlah, mungkin ini pertanda langit…
      Saya dulu sempat nonton juga dokumenter di Metro kalau tak salah, saat-saat bom dijatuhkan dan kondisi aftermath di sana. Mengerikan memang 🙁

      Reply
  2. Tinggal nunggu Dira sedikit lebih dewasa dan mengenal Jepang menjajah Nusantara lalu berkata pada bapaknya, “dibanding kekejaman Jepang di Indonesia, nasib seita dan adiknya ga ada apa2nya!”

    Reply

Leave a Comment