Post yang sudah lama siap diterbitkan, namun baru sempat saya bawa sekarang; setelah kondisi kaki saya sudah memungkinkan untuk ngejogrog lagi di warnet. (FYI, tanggal 11 April lalu saya kena kecelakaan lumayan parah, betis saya yang mulus ciuman sama knalpot, jadi “grilled leg” deh… 2 minggu saya jadi manusia tak berguna, dan baru sekarang bisa bergerak leluasa kembali walau masih terpincang-pincang…)
Sabtu, 5 April lalu, saya (juga Mansup) mengikuti tes TOEFL di Banjarmasin. Tes itu sendiri buat saya tujuannya adalah sebagai pemantapan; apakah layak mengajar TOEFL yang katanya maha berat ituh. Hohoho.
Tapi saya bukan mau ngomongin TOEFL-nya atau hasilnya yang “cuma” 593 *dihajar massa* , melainkan bagian yang justru paling menarik minat saya; satu passage di bagian terakhir reading comprehension test. Passage tersebut menceritakan tentang karya satir yang menghibur. Saking tertariknya dengan tulisan ini, saya catat poin-poinnya di ponsel, lalu saya coba cari artikel selengkapnya via googling. Dan saya akhirnya berhasil menemukan teks selengkapnya.
Sebenarnya teks tersebut ingin saya paste-kan di sini, tapi karena beberapa pertimbangan, saya memilih untuk coba menerjemahkannya saja ke Bahasa Indonesia. Berikut terjemahan versi saya (maaf kalau hasil terjemahannya terasa serampangan; saya freelance translator tanpa lisensi lho, hohoho):
Barangkali kualitas yang paling mengagumkan dari karya satir adalah kesegarannya; orisinalitas perspektifnya. Satir jarang memperkenalkan ide yang orisinil. Alih-alih, ia menghadirkan hal yang biasa kita temui dalam bentuk yang berbeda. Para pengarang satir tidak menawarkan filosofi baru kepada dunia. Yang mereka lakukan hanyalah melihat hal biasa dari perspektif yang mengkondisikan keadaan itu sedemikian rupa hingga terlihat konyol, berbahaya ataupun penuh kepura-puraan. Satir menggoyang-goyang kita agar keluar dari rasa berpuas diri ke kesadaran yang mengejutkan; kalau banyak nilai-nilai yang selama ini kita terima tanpa ragu ternyata keliru. Don Quixote membuat kekesatriaan terlihat menggelikan, Brave New World menertawakan pretensi sains, A Modest Proposal mendramatisir kelaparan dengan mendukung kanibalisme. Ide-ide ini nyatanya tidaklah original. Kekesatriaan telah lama dipermasalahkan sebelum Cervantes, para humanis telah lama keberatan dengan klaim sains murni sebelum Aldous Huxley dan orang-orang sudah sadar akan bahaya kelaparan sebelum Swift. Bukan keaslian idenya yang membuat karya-karya satir ini populer. Adalah cara pengekspresian metode satir yang membuat mereka menarik dan menghibur. Satir dibaca karena mereka merupakan karya seni yang amat memuaskan secara estetika, bukan karena mereka secara moral berfaedah atau secara etika mengandung pelajaran. Mereka membangkitkan semangat dan menyegarkan karena mereka begitu cepatnya menghapuskan ilusi dan opini usang. Dengan ketidaksopanan yang spontan, satir mendekonstruksi perspektif kita, mengacak-acak obyek yang kita kenal menjadi susunan yang tak teratur dan berbicara dalam idiom personal ketimbang dalam omong kosong yang abstrak.
Satir ada karena kita membutuhkannya. Ia hidup karena pembaca menghargai stimulus yang menyegarkan, pengingat kurang ajar kalau mereka hidup dalam pemikiran basi, moralitas murahan, dan filosofi konyol. Satir melecut masyarakat untuk menyadari kebenaran walau jarang mengatas namakan kebenaran. Satir cenderung mengingatkan masyarakat kalau banyak dari yang kita lihat, dengar, dan baca di media populer sifatnya sok suci, sentimentil, dan hanya separo benarnya. Hidup hanya sedikit sekali miripnya dengan gambaran populer yang ada. Prajurit amat jarang memegang idealisme seperti di film-film yang menceritakan kepahlawanan mereka, sementara masyarakat biasa pun kenyataannya jarang mencurahkan hidup mereka untuk pelayanan kemanusiaan tanpa mementingkan diri sendiri. Masyarakat yang cerdas mengetahui hal-hal ini tapi cenderung lupa hanya karena tidak ada yang menyuarakannya.
Well… Artikel yang mencerahkan… Setidaknya buat saya. Dan dari artikel ini saya jadi mengetahui mengapa saya HARUS menyukai karya satir: karena dengan membaca satir, saya sudah menyediakan pipi sendiri untuk ditampar. Ditampar oleh realita yang pahit, sebuah pengingat di kala terlena oleh nikmatnya comfort zone.
Dan dari penjelasan Bang Fertob dalam post legendarisnya, saya juga jadi paham mengapa ada beberapa pihak yang justru tidak memahami menyukai karya satir.
Empat poin yang diberikan Bang Fertob adalah:
# Satir kurang mengena jika digunakan dalam masyarakat yang masih “kurang cerdas”.
# Satir kurang mengena pada orang/masyarakat yang kurang memiliki “insight”.
# Satir kurang mengena pada orang/masyarakat yang “tidak mampu menertawakan sesuatu”
# Satir kurang mengena pada orang/masyarakat yang “tidak open-minded”
Jadi, asal anda bukan orang goblok, ignorant, berselera humor rendah dan picik, saya pastikan kalau anda juga HARUS bisa memahami dan menyukai karya satir. Tidak suka juga? Well, berarti anda memang goblok, ignorant, berselera humor rendah dan picik tapi anda tidak mau mengakuinya hohoho…. *busyet dah…*.
Terakhir, saya jadi ingat juga komentar legendaris saya di posting legendaris Bang Fertob di atas:
Satir itu rentan untuk disalah pahami, apalagi dijadikan bahan buat maki-maki orang. Sebaiknya jangan diteruskan kebiasaan menulis satir. Tulislah seadanya saja, hentikan kreativitas yang tidak berguna itu!
Jadi, kalau setelah ini masih ada yang tetap maki-maki saya… Ho ho ho… Tau ‘ndili lah maksudnya apa…
ebuseeeettt…
eh, tapi aku suka model2 almarhum wadehel, remember those days? keren itu 😀
saya sendiri kadang juga susah memahami itu satir.
dan masi malas juga mau nulis satir.
soalnya, saya post yang ndak satir aja masih banyak yang ndak ngerti, apalagi satir!
betewe, tofel saya 520 lho…
meskipun ndak tau apa apa😎Betul kata Simbok Venus, alm Wadehel memberikan satir yang benar-benar “mengguncang”. Walaupun satirnya itu kebanyakan menertawakan secara kasar suatu hal. The Simpsons yang paling saya suka kalau film kartun. Hmmm Don Quixote… 🙂 saya baca beberapa kali dan masih sering tertawa sendiri….
Btw, saya 510, tapi 15 tahun yang lalu… sekarang nggak tau berapa. Mungkin sudah turun…
Hahahahaha…. itu istilah yang benar-benar mengena. Padahal kalau ditulisan saya, lebih suka memakai kata kurang cerdas=goblok, tidak open-minded=picik.
Salut-salut….. jadi kapan mulai menulis satir ?
wah, aku kurang memahami satire satire an… yang penting nulis aja deh… sharing is caring
Satir menurut aku kadang menghibur, dari mana sudut kita memandang kesatiran itu.
dan kadangkala aku juga suka tulisan satir yang ga perlu dan memang tak memerlukan komentar!
Kalau ada yang marah ketika membaca karya satir, bisa jadi karena karya itu menampar yang bersangkutan.
btw, saya cuma 525 *itupun kebanyakan nembak*
Satir?
saya suka karya2 satir karena mereka ga pahit banget, tapi juga ga manis banget..seimbang!!
Saya lumayan
ndak suka nyetirsuka satir…Tapi, saya lebih suka kalo hasil pertanian kemarin itu berhasil dan jadi dikirim..
🙄
Maybe every satire that being difficult to comprehend is not
– understandable enough so not every people can grasp its meaning.
– giving a realistic insight for the society.
– funny enough.
– down-to-earth enough, and consist with an out-of-this-world concept.
593??
gw harus banyak belajar lagi nih… *OOT*
Itu yang 593 satir apa NYOMBONG??? Ha? Ha? Ha?
siyal, saya CUMA 563tapisaya kalo kebanyakan baca satir jadi pusing sendiri
eniwei, 593? ajarin dong! 😛
yang sayah sukak dari satir adalah pengkiasannyah yang apik dan menurut sayah unik, menusuk perlahan dan mengena sasaran dengan tepat.
benar banget, hanyah orang cerdas dan punyak ati yang bisa membuat dan memahami satir….
artikel bagus bang… 😛
@ Venus
Iya mBok, aku kangen masa-masa itu…
@ Mrs. Fortynine
Nah itu dia masalahnya, karena banyak yang belagak ngerti, padahal ternyata…
Sedangkan tulisan non-satir aja bisa disalah pahami, apalagi satir yang bertaburan kata-kata yang menohok ego…
520? Wah lumayan tinggi juga itu!
@ Pyrrho
Kalo Forrest Gump (novel) Winston Groom itu termasuk satire juga ndak Om? Kalo saya suka baca itu soalnya tapi ndak tau apa itu satir apa bukan…
Mengenai TOEFL, bisa jadi justru naik, Bang, apalagi sekarang kan Bang Fertob dah kenal internet dan lebih sering baca-baca literatur bahasa Enggris…
Eufimisme kan? Hehehe…
Wah, kalau untuk itu, masih saya pertimbangkan dulu sampai matang… Tanpa satir aja udah banyak masalah mampir ke blog ini…
@ Raffaell
Hehe, iya juga, sharing is caring, that’s what blogs are for…
Tapi satiring is awaring loh… Kekeke…
@ Izzhy
Yah, memang satir pada hakikatnya tidak memerlukan komen, apalagi dari orang yang nggak mengerti esensinya. Masalahnya begitu satir dibuat dalam bentuk blog, dengan kolom komentar dibiarkan terbuka, dan tulisan tersebut jatuh ke “tangan yang salah”, well, here comes the trouble…
@ Itikkecil
Ohh… Jadi ingat ada yang pernah nampar saya, plakkkk!!!
Hmm… rata-rata segitu ya nilainya?
*Lirik-lirik Siwi & Om Fertob*
@ Stey
Kayak Teh Hijau yah? Menyehatkan
@ Tgk. Alex
Sabar ya Tengku, benihnya juga baru disebar…
@ Koko
Bisa jadi sih, tapi saya pikir penulis tidak punya kewajiban untuk memastikan setiap pembaca tulisannya harus mengerti yang ingin dia sampaikan. Justru pembacanya-lah yang harus mendewasakan diri agar dapat bisa menerima (dengan lapang dada tentunya) pesan yang mestinya tersampaikan dalam suatu tulisan, tidak terbatas hanya pada karya satir.
Tapi memang, ada karya yang “berhasil” dan ada yang tidak, but still, success is relative…
@ Emyou
Anu, ikut TOEFL preparation course aja, hehehe…
*jualan mode ON*
@ ManusiaSuper
Hohoho, bukan nyombong, hanya realistis…. *tambah dihajar massa*
563? Kamu nyontek saya ya? Kita kan duduknya sebelahan? 👿
@ Takochan
Pusing? Waduh…
Boleh, ikut di kursus saya aja yaa… hehehe…
@ Abeeayang™
Hehe, saya suka penyampaianmu, cerdas dan punya hati… Atau dalam kata lain, ndak malas mikir dan punya kepedulian…
saya mengerti satir, berarti saya cerdas. 8)
*dipentung*
Membaca satir, seperti kesambar petir mas ?
Tapi … kadang ketagihan 😀
Saya ga cerdas dan ga goblok.
Menulis satir itu mendatangkan kepuasan tersendiri lho. Rasanya lega bisa nyindir dengan satir.
TOEFL saya 567Wadoh .. kalo test TOEFL ada soal begitu panjang .. gimana waktu ngejawabnya Med .. cape deee 🙁
nilai TOEFL-mu & mansup itu bener-bener sebuah cerita satir buat diri saya huehehe huhuh hiks hiks
Anton Chekov. kalo bikin naskah teater pasti satir.
Kalo temen-temen pada nangis kalo gak lulus sebuah mata kuliah, aku malah lari-lari bahagia sambil dengan bangga bilang “AKU MASIH LAMA JADI MAHASISWA” satirkah ini….???
@ cK
Tapi satir-mu
ternyata tidak semudah itu dimengerti kan?
@ Haniifa
Hehehe, tertawa yang paling sehat itu kan menertawakan kekonyolan diri sendiri…
@ Calonorangtenarsedunia
Ah, jangan merendah, saya tahu kapasitasmu™ 😆
Iya sih, apalagi kalau yang tersindir jadi sadar. Masalahnya tidak mudah nyadarin orang lewat satir, iya toh?
Weh, deketan yah???
@ Erander
Itu teks untuk beberapa soal kok, Bang, hehe..
@ Warmorning
Baiknya jangan dijadikan satir, jadikan aja pemicu agar belajar lebih rajin…
*Omongan saya sudah mirip guru belum?*
@ NdaruAlqaz
Saya pikir itu bukan satir, tapi hopeless, hwehehehe….
“tertawa yang paling sehat itu kan menertawakan kekonyolan diri sendiri…”
Ha.ha.ha… setuju 100%
lha wong mau marah juga sama diri sendiri khan… 😀
TOEFL yg 567 itu beda 100 poin dengan saya, ah cuma beda 100 hehehe
@ Haniifa
Iya, palindrom kalo kata deking, kekekek…
@ Warmorning
Ah, cuma 100, kok.. sini saya tambahin
*nyari recehan Kakatua Raja*