Laskar Pelangi Dan Eksploitasi Masa Lalu

Banjarbaru, 24 Juli 2008

Di posting Amnesia yang lalu, saya menyatakan akan membahas Laskar Pelangi. Nah, posting kali ini adalah bayaran pernyataan tersebut.


Siapa yang tak kenal Laskar Pelangi (LP), sebuah novel best seller yang sudah terjual ratusan ribu kopi? Mengenai apa dan bagaimana isi novel tersebut saya rasa tidak perlu saya bahas lagi. Resensi yang bertebaran di internet sudah cukup mewakili isi ceritanya. Saya lebih suka mengulasnya dari sisi saya pribadi, khususnya mengenai dampak saat dan seusai saya membaca novel ini.

Sebenarnya apa sih daya tarik LP yang membuat saya merinding, miris dan tertampar? Well, terlepas dari segala kekurangan yang saya baca di resensi-resensi yang ada, khususnya exaggeration-nya yang juga saya rasa cukup mengganggu, novel ini secara umum sangat bagus. Daya tarik utama LP menurut saya adalah ia membawa kita melakukan refleksi: dan refleksi ini akan semakin besar pengaruhnya jika anda (dalam hal ini saya pribadi) terlibat langsung dalam dunia pendidikan.

Seandainya saya membaca LP setahun lalu, saat saya masih ngejogrog di bawah meja sebagai Staf IT gadungan, mungkin dampak LP tak terlalu saya rasakan. Nyatanya sekarang, saya membacanya sebagai seorang guru; lebih-lebih lagi, sebagai guru SMP. Ini yang membuat saya begitu terpengaruh.

Kecerdasan Lintang memang mengagumkan, dan tokoh ini memang kerap membuat saya merinding. Akan tetapi akhir yang terlalu menyesakkan membuat saya jadi benar-benar miris dan tertampar. Ya, Lintang-lah (selain tentu saja, tokoh yang quotes-nya selalu jadi favorit saya, Kucai), daya tarik LP yang terus menarik saya di tengah kelelahan untuk terus membacanya.

Kenyataan yang dialami Lintang adalah fakta tak terbantahkan yang terjadi di Republik ini. Begitu banyak Lintang-Lintang lain, di berbagai daerah, dibekali Tuhan kecerdasan di atas rata-rata, namun terbentur kendala ekonomi. Bahwa ternyata kecerdasan tanpa kesejahteraan dan “keberuntungan” bisa membawa prodigy-prodigy itu ke ketiadaan. Ironis? Tapi inilah fakta.

Eksploitasi Masa Lalu
Di tangan Andrea Hirata, masa lalu, dalam hal ini masa kanak-kanak dan sekolah, disulap menjadi cerita yang begitu menarik dan mencerahkan. Ini juga berdampak pada saya, yang jadi semakin banyak mengulik kenangan masa lalu saya.

Kemudian ada niatan, kisah-kisah masa lalu inilah yang akan saya tulis di blog ini. Apa yang akan saya tulis? Masih terus saya pikirkan, tapi paling tidak sudah ada beberapa topik yang siap saya kembangkan menjadi tulisan. 

Masa lalu adalah juga masa depan. Banyak yang bisa kau pelajari. Peliharalah pelajaran yang telah kau terima. Masa depan pasti akan tiba.

(Dari Buku Penjelajah Antariksa karya R.A. Montgomery)

12 thoughts on “Laskar Pelangi Dan Eksploitasi Masa Lalu”

  1. Saya menangis pada saat membaca Lintang yang harus berhenti sekolah karena keadaan yang memaksa.
    Banyak sekali Lintang-Lintang di Indonesia. Apalagi sekarang dunia pendidikan yang sepertinya semakin tidak memihak orang miskin.

    Reply
  2. Maaf ya Pak konfirmasi sedikit.

    Itu Salah satu postingan terbaik se-Indonesia, postingan tebaik se-jagad belogseper, postingan terbaik se-dunia milik saya itu bukan pembunuhan karakter. itu fakta campur dendam dan dibumbui niatan kuat tau.
    😀

    Ah, Andrea Hirata kisah nyata? Lantas? Lantas, meskipun saya tidak pernah baca novelnya; saya semakin yakin bahwasanya kesalahan pendahulu kita dahulu adalah menerima pinangan Sukarnno untuk menjadi negara Indonesia yang terkutuk dan keparat ini, dimana semua harta daerah ditelan bulat bulat oleh manusia manusia keparat di pusat sana.

    Coba misalnya setiap pulau tidak perlu setor apalagi dibajak pajak dan hasil alamnya ke Jakarta sana, mungkin keadaan setiap daerah akan lebih baik, dan kita liat saja bisa apa pulau jawa tanpa sokongan dan rampokan dari luar pulau lain?

    Reply
  3. – masa lalu bisa menentukan masa depan, tapi “bayangan” masa lalu bisa di kubur hidup2 untuk masa depan itu sendiri – (lupa itu quote siapa, salam kenal 🙂 )

    Reply
  4. @warmorning: Apakah saya bilang person yang keparat? Perasaan saya bilang benda tuh. Bukan person.

    yang Keparat? Ya negara ini…
    😀

    Ngoceh? Kayanya saya nulis tuh, bukan ngoceh… he he he

    Reply
  5. kasus lintang yang dipaparkan di laskar pelangi memang sangat endonesya sekali, menunjukkan keborokan para pemimpin negri ini, yg gagal menunaikan amanat uud 45 pasal 31, yg terlalu sibuk mengumpulkan geratipikasi memperkaya diri sendiri, yg cuma pandai membolak-balik kulit dan istilah di duniya pendidikan tanpa menyentuh esensinya, yg doyan mencekek rakyat dengan biyaya pendidikan selangit & bikin orang tua murit terkencrit2…

    salah syapa?! yg lalu byarlah berlalu, yg penting kedepan jangan sampek salah pilih lagi! kalok masih kacau lagi ya salah kita yg sudah milih mafiya2 itu 😉

    Reply
  6. @ Nazieb

    “Experience is the cheapest teacher”

    Wah, kutipannya mantabs! Saya comot yaaa…

    @ Dana
    Tapi tergantung siapa yang mau menceritakannya kembali kan?

    @ ManusiaSuper
    Splog… tempat saya juga masuk…

    @ Itikkecil
    Di Banjarmasin beberapa saat lalu, para pemulung juga dihasut untuk berdemo menentang tingginya biaya pendidikan. Terlepas dari siapa yang mengkoordinir kegiatan tersebut, saya begitu miris dan merasa tak semestinya ada seorang anak pemulung harus menangis sesenggukan karena katanya harus berhenti sekolah…

    @ AriefDj™
    Kalau “keduluan takdir” ?

    @ Mr. Fortynine
    Apapun penjelasannya, intinya tetap pembunuhan karakter kan?

    Lagian di sini saya bilang “eksploitasi” masa lalu, bukan menghujat masa lalu…

    @ Rasyeed
    Yup, tergantung apa “bayangan” itu sendiri…

    @ Warmorning & Fortynine
    *ngakak ngeliat pegawai kecamatan dan bos BKD berantem*

    @ Raffaell
    Iya, saya juga ngerasa banyak yang exaggerating di sini. Tapi itu tadi, karena banyak hal yang bisa digali dari sini, masing-masing orang jadi “kena” ke salah satu bagian dari novel ini…

    @ The Hermawanov

    Yg penting kedepan jangan sampek salah pilih lagi!

    Kalo golput? Masih boleh komplain gak?

    Reply

Leave a Comment