Bahasa

Salah satu obrolan yang sempat diangkat Pakacil di rumahnya, seusai pesta besar di Madina, adalah soal bahasa. Waktu itu (seingat saya) Pakacil mempersoalkan imbuhan ter- yang bisa berfungsi sebagai paling, di-, sekaligus tidak sengaja. Di sini muncul pertanyaan kenapa Bahasa Indonesia seolah tidak punya aturan yang benar-benar baku dan mengikat terkait pemaknaan dan imbuhan. Muncullah anggapan kalau Bahasa Indonesia memang masih terlalu “payah” dan tata bahasanya jauh dari sempurna. Saya tidak bermaksud menyanggah atau mendukung anggapan di atas. Di sini saya hanya ingin menyampaikan sedikit yang saya tahu dan saya anggap relevan.

Saya hanya ingin coba membandingkannya dengan Bahasa Inggris: apakah Bahasa Inggris, yang usianya selisih hampir 1000 tahun dengan Bahasa Indonesia sudah cukup “sempurna” kalau dikatakan harus punya aturan pemaknaan yang baku.

#1: suffix (akhiran) -er bisa berfungsi sebagai:
Agent (pelaku) yang melakukan tindakan atau aktivitas tertentu (contoh: driver)
– Pembentuk makna komparatif “lebih” dan dipakai bersama “than” (contoh: bigger than)
– Pembentuk kata benda (contoh: sampler)
– dan lain-lain (total ada sekitar 10 makna)

#2: awalan in- bisa berfungsi sebagai:

– Pembentuk makna sifat negatif/not (contoh: infertile)
– Pembentuk makna sifat tidak ada/kurang (contoh: inappreciable)
– Penunjuk arah ke dalam/menuju/ke arah (contoh: influx)

#3: Phrasal verb
Ini yang lebih menakutkan lagi, karena dengan hanya gonta-ganti preposition/adverb, sebuah kata juga bisa gonta-ganti arti. Contohnya?

Look = melihat, memandang
Look out! = awas!!
Look into = menyelidiki
Look down on = meremehkan
Look up = berkembang
Look after = menjaga

Turn = berubah arah
Turn against = melawan
Turn out = pergi ke pesta
Turn (orang) out = mengusir
Turn in = pergi tidur
Turn down = menolak (proposal)
Turn (alat) on = menghidupkan
Turn (orang) on = merangsang (secara seksual)

Nah, ternyata absurditas makna toh juga terjadi di Bahasa Inggris. ๐Ÿ˜‰

Ide di kepala manusia memang (hampir) tak berbatas, namun jumlah kata yang tersedia amat sangat terbatas. Ambiguitas memang tak terelakkan, dalam kata maupun imbuhan. Hanya saja, tidak berarti kita berhak menuding itu sebagai kelemahan salah satu bahasa. Bahasa hanyalah sekumpulan simbol untuk berkomunikasi. Dan kita memang harus membedakan pembahasan Bahasa secara semantik dan secara gramatikal.

Saya teringat kembali ketika mengambil Mata Kuliah Bahasa Indonesia dulu, salah seorang mahasiswa (yang juga mengaku wartawan salah satu media cetak kampus) dengan berapi-api menuding ejaan Bahasa Indonesia sebagai ejaan yang dipaksakan, kebanyakan aturan yang tidak perlu, tidak efisien, dan sederet kelemahan lainnya. Dan dengan alasan tersebut, dia memilih tidak peduli dengan segala kaidah bahasa yang sudah disusun dan memilih menggunakan Bahasa Indonesia sesuai dengan hawa nafsu kenyamanan membaca saja.

Dan, ah, semua kelemahan itu, saya rasa sebenarnya tak bisa serta-merta ditudingkan ke sebuah bahasa yang baru berusia beberapa puluh tahun. Bahasa yang seribu tahun lebih tua pun nyatanya masih tidak punya tata aturan yang so called “baku” soal makna. Ya, Bahasa Indonesia memang masih berkembang. Dari akarnya di pesisir Melayu, hingga “keterpaksaan”-nya dalam menyerap beribu-ribu kata asing, menurut saya Bahasa ini menunjukkan perkembangan yang, jujur saja, amat pesat. Bahkan mungkin jauh lebih pesat dari perkembangan Bahasa Inggris sekalipun.


Tidak, saya menulis ini bukan karena Oktober adalah Bulan Bahasa. Ini murni kebetulan. :mrgreen:ย 

26 thoughts on “Bahasa”

  1. saya kira pak amed benar. tak ada satu pun bahasa yang sempurna, baik dari sisi semantik maupun gramatikalnya. bahasa indonesia pun demikian. sungguh disayangkan kalau kaidah-kaidah kebahasaan yang sdh disusun dg susah payah akhirnya hanya jadi sampah di negeri ini. banyak penutur yang tak acuh lagi terhadap kaidah bahasa. btw, numpang OOT, selamat idul fitri pak amed, mohon maaf lahir dan batin.

    Reply
  2. perkembangan bahasa sungguh laur biasa, adanya adaptasi, campuran bahasa lain, sampai kadang ahli bahasa aja sampe bingung menentukan aturan bakunya.

    Reply
  3. sabagai calon guru bahasa Indonesia, saya mencintai bahasa Indonesia. Apapun bentuknya, Sesepele apapun yang namanya EYD, insyaalaah saya coba menggunakannya meskipun dalam menulis semua masih banyak kesalahannya… toh belajar dari kesalahan adalah salah satu cara belajar yang efektif. Bagaimanapun Bahasa Indonesia perlu kita perhatikan, kalau bukan kita, siapa lagi?
    hidup guru…

    Reply
  4. Alhamdulillah Bahasa Indonesia saya cukup baik.. Entah kenapa juga setiap kali saya bertemu dgn org baru selalu dikira bukan org Banjarmasin. *apa karena org banjar kada tapi bisa bebahasa indonesia lah??*. Katanya bahasa indonesianya gak ada logat daerahnya, trus muka nya juga bukan muka org banjar. *mang kyp lah muha urang banjar tuu?.hahhahahha*.
    Tapi kadang malu juga, kok gak ada identitas Banjarmasinnya. huh.. Yup, mari lestarikan Bahasa Indonesia. Med..mau ngajar Bahasa Indonesia juga ya??. he..

    Reply
  5. Sebagai warga negara Indonesia saya turut prihatin dengan kenyataan yang dialami Bahasa Indonesia.
    Saya juga termasuk salah seorang yang kurang memperhatikan kaidah berbahasa yang baik dan benar (saya sangat sering menggunakan bahasa Indonesia yang sekena-kenanya). Saya rasa anda juga demikian.
    โ˜ปbagaimana jadinya kalau kita membuang istilahยฒ asing dalam bahasa Indonesia?โ˜ป

    Reply
  6. Oh, kemarin itu karena kebingungan saya khusus untuk istilah tertuduh, terdakwa, terpidana dalam dunia hukum kita yang jangan-jangan bisa diartikan…
    tertuduh = tak sengaja dituduh
    terdakwa = tak sengaja didakwa
    terpidana = tak sengaja dipidanakan/dihukum

    kalau begitu kan bisa tambah gawat dunia ini…
    ๐Ÿ˜€

    Reply
  7. bahasa.. sebenernya apa hakikat diciptakanya bahasa.. sy pikir selama bahasa itu sudah berjalan sesuai hakikatnya.. sbgai alat komunikasi ya its OK.. tp sy jg ga mudeng bahasa sm skali dink,,,

    Reply
  8. soal bahasa , saya angkat tangan dah !!
    tapi masih sedikit gregetan, kenapa trotoar di ganti dengan pedistrian ? tanpa kompromi, lagi !!
    bagaimanapun, inilah bahasa kita …
    yg jelas fungsi utama, untuk komunikasi

    Reply
  9. Dan jangan lupa juga dengan irregular verb! >_< *paling sebel sama yang itu*

    Saya sering tersenyum kecut kalau mendengar ada orang (dari pengalaman saya, abegeh-abegeh yang casciscus melafalkan bahasa Inggris) yang menuduh kalau bahasa Indonesia itu tidak kreatif karena ‘harus’ banyak menggunakan kata serapan (biasanya memakai klaim 9 dari 10 kata bahasa Indonesia berasal dari bahasa asing).

    Nggak tau dia kalau bahasa Inggris itu juga banyak salin-tempelnya dari bahasa-bahasa lain di dunia (sebagian besar, CMIIW, Latin dan turunannya (Jerman, Prancis)). Tapi kalau disuruh pake kata-kata arkais atawa antik, nanti dibilang bahasa Indonesia kuno, ketinggalan zaman, norak, jadul. ๐Ÿ™

    Reply
  10. @ Sawali Tuhusetya
    Wah, kalau harus jadi sampah, memang sangat mengecewakan Pak… Makanya saya berharap banyak kepada media konvensional seperti koran dan TV yang jangkauan ke masyarakatnya cukup luas…

    @ aRuL
    Dan aturan berbahasa itu adalah aturan paling sering dilanggar di dunia loh ๐Ÿ˜‰

    @ Awym

    toh belajar dari kesalahan adalah salah satu cara belajar yang efektif.

    Ya, pengalaman adalah guru yang paling murah… Dan yang penting tentunya jangan ngeyel, sudah tahu yang benarnya ini, masih tetap memaksa pakai yang salah…

    @ Sarah Luna
    Tunggu dulu, urang Banjar-nya yang mana dulu? Karena kan ada Banjar Hulu dan Banjar Kuala. Kalau Banjar Kuala ya memang wajar kalau aksen banjarnya “kurang”.
    BTW, saya juga sudah pernah terpaksa ngajar Bahasa Indonesia kok Mbak ๐Ÿ˜‰

    @ ManusiaSuper
    Arab mana dulu? Arab Badui apa Arab Melayu?

    @ Itikkecil
    Ah, dasar payah…
    *Dilempar kaset Queen*

    @ Carbonized
    Kenapa harus dibuang? Adopsi dan adaptasi bukanlah hal yang tabu dan dilarang dalam berbahasa. Sejauh diperlukan, penyerapan istilah asing ke dalam suatu bahasa memang akan terus terjadi, kan?

    @ Pakacil
    Kalau tujuannya cuma untuk lucu-lucuan, ambiguitas memang sering kok jadi obyek… :mrgreen:

    @ ManusiaSuper
    Contohnya yangini ya? ๐Ÿ˜ˆ

    @ Fauzansigma
    Bahasa itu alat komunikasi, sama seperti kendaraan yang menjadi alat transportasi. Perkara sebuah kendaraan dijadikan sarana kebut-kebutan atau ajang pamer, itu hal lain, walau memang tidak menutup kemungkinan.
    Bahasa juga demikian, sepertinya…

    @ Warmorning
    Lebih tepatnya mungkin ditambah, Om… Kalau satu kata sudah terlanjur diserap biasanya tidak semudah itu untuk dihilangkan, apalagi kalau sudah melekat pemakaiannya di masyarakat…

    @ Rasyeed
    Ah, Mansup mah bisanya mengakuisisi puisi orang untuk kepentingan egonya…

    @ Hariesaja
    Bukan ahlinya? Beh, fitnah inih…. Males mikir aja kali???
    *Ngecek tata bahasa di buku Perempuan Yang Memburu Hujan” *
    *Dilempar biawak*

    @ Catshade
    Hehehe, dan yang menuduh masih suka ber-SMS dengan tEKs aL4 AbEg3H kah? :mrgreen:

    Reply
  11. @ Manusiasuper
    Beh, Arab yang itu yah?
    Kalau saya bilang ndak semfurna-semfurna amat ada yang marah ndak ya? Lah, huruf “P” aja mereka ndak funya hayo??? :mrgreen:
    Itu baru dalam ranah fonetik, lalu gimana dengan kenyataan multitafsir hadith-hadith yang ada? Yang malah menimbulkan dendam ribuan tahun???
    *Sepertinya saya menyerahkan diri untuk di-ad-hominem nih ๐Ÿ˜ˆ *

    @ Sandi
    Ah, lebih tepatnya sok keminter, San…

    Reply
  12. Selupa saya sih bahasa mencerminkan budaya pemakainya.

    Kalau kebanyakan menyerap tanpa bisa mencarikan padanan sesuai, mungkin itu tandanya bangsat ini bisanya membajak dan memodifikasi tanpa bisa membuat yang baru atau yang setaraf. Pas dengan kondisi negara ini bukan?

    Reply
  13. wah aku ga begitu ngerti bahasa.. padahal itu penting ya.. yang di pikran ku sekarang.. kita bisa komunikasi ya udah.. semua berjalan lancar.. salaha ya fikir kayak gitu.. ?? hehehehehe…

    Reply
  14. Keseringan pake b.indonesia,saya dikira bukan orang jawa barat..hee..
    Hidup bang Amed..! Tar2 kalo saya ada pertanyaan ttg bahasa,nanya situ aja ya? ๐Ÿ˜€

    Reply
  15. @ Andri
    Tidak salah juga. Fungsi paling primitif dari bahasa memang untuk menyampaikan apa yang kita pikirkan kepada orang lain, supaya orang mengerti, atau singkatnya berkomunikasi. Kalau kemudian ada segala macam aturan, sebenarnya itu fungsinya agar mengurangi miskomunikasi yang potensial terjadi, walau kadang buat sebagian orang terkesan jadi “pemasung kebebasan”…

    @ Hera
    Eh, jadi Hera orang Banjar ya? Saya baru tahu….

    Reply
  16. Itulah kang Amed yang menjadi masalah sebagian kyai yang peduli pada sumber asali: Al quran. Maksudnya, saya bukan menyalahkan quran terjemahan. Tetapi banyak kalangan kyai berkata “jangan tergantung dengan terjemahan versi depag, karena banyak makna2 ayat itu berbeda maksudnya. Lalu para kyai itu merekomendasikan agar banyak membaca tafsirnya.”

    Ternyata benar, dalam beberapa tafsir *halah* pengertian satu ayat itu berbeda2 maksudnya.

    Jadi, gimana nih, bahasa Indonesia dibandingkan dengan bahasa Inggris saja begitu berbeda, apalagi dengan bahasa Arab yang mungkin lebih lama dari bahasa Inggris?

    Reply

Leave a Reply to hera Cancel reply