Berpikir Ilmiah

Salah satu contoh tulisan di buku “Basic Skills For Academic Reading”-nya James W. Ramsay membahas metode khusus yang diterapkan oleh para ilmuwan dalam bekerja. Metode itu disebut scientific method atau metode ilmiah. Metode ini secara umum telah diterapkan oleh para ilmuwan di seluruh dunia dalam memecahkan berbagai masalah yang ada di dunia.

Apa itu berpikir ilmiah?
Esensi dari berpikir ilmiah sebenarnya adalah berusaha menjawab pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan itulah yang menjadi titik tolak suatu penelitian yang mengedepankan metode ilmiah. Agar suatu pertanyaan terjawab, ada serangkaian langkah yang harus dijalani, dan ini telah diajarkan di sekolah sejak kita kecil: berpikir logis-empiris.

Ramsay membagi langkah-langkah metode ilmiah menjadi empat kelompok besar:
1. Observation
2. Hypothesis
3. Experiment
4. Conclusion

1. Observation (Pengamatan) adalah langkah awal dari suatu penelitian. Pada tahap ini peneliti melihat suatu masalah, mengumpulkan informasi terkait hal tersebut (misalnya muasal/penyebab masalah), untuk kemudian membuat pertanyaan.
2. Dari pertanyaan tersebut, peneliti membuat “tebakan” apa kira-kira jawaban bagi masalah di atas. Tebakan ini berbeda dengan asumsi subyektif, karena ia harus didasarkan pada data dan fakta, serta punya landasan teori yang jelas.
3. Untuk membuktikan kalau tebakan (hypothesis) yang dibuatnya sesuai dan mampu menjawab pertanyaan, peneliti melakukan serangkaian percobaan, mengumpulkan data dan sampel, menganalisisnya, serta kalau perlu membuat pengamatan kembali.
4. Dari serangkaian percobaan (experiments) tersebut, ditariklah kesimpulan, yang diharapkan dapat menjawab dengan baik masalah yang muncul.

Ulasan di atas, tentunya terlalu menyederhanakan, karena pada praktiknya, penelitian berjalan dengan rumit dan tumpang tindih. Akan tetapi benang merahnya tetap sama, yaitu bahwa setiap penelitian ilmiah harus tetap mengacu pada keempat langkah di atas. Satu hasil penelitian ilmiah bisa diuji lagi dalam penelitian lanjutan, atau digabungkan dengan penelitian lain, sehingga dimunculkan kesimpulan baru, yang bisa jadi mendukung, menolak, atau memperbaiki kesimpulan terdahulu. Proses ini terjadi terus menerus, dan perkembangannya semakin meluas secara dinamis. Hasilnya adalah berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang bisa kita nikmati sekarang.

Akan tetapi, tentunya, metode ilmiah bukan satu-satunya cara memahami dunia. Tak jarang metode-metode lain yang tidak ilmiah justru “menelikung” logika, dan menciptakan “kebenaran” yang tak dapat diganggu gugat. Ini jelas berbeda dengan prinsip metode ilmiah yang masih memberi ruang pada fakta baru untuk terus merevisi “kebenaran” terdahulu. Metode semacam ini bisa disebut sebagai berpikir dogmatis. Dan sayangnya, salah satu landasan teori yang paling sering disalahgunakan, adalah faith alias iman; skriptural, biblikal, qurani, dan lain sebagainya. Ini tentu menyedihkan, karena ketika teks kitab suci yang cenderung multitafsir itu justru dijadikan patokan, dan masuk ke ranah ilmu pengetahuan, yang terjadi adalah apologi: pembenaran, dan bukannya proses pencarian atas kebenaran hakiki itu sendiri.

Saya menemukan satu bagan yang agak sarkastik, tapi cukup representatif dalam membandingkan kedua metode tersebut.

Berbahayakah pemikiran dogmatis? Ah, sejarah telah mencatat berbagai penaklukan dan kehancuran yang didasarkan atas pola pikir semacam ini. Tentu, hingga saat ini pun, akan masih banyak orang yang memilih dengan sadar untuk bersikap dogmatis, pro status quo, dan taking anything for granted. Akan selalu ada, toh bumi masih cukup untuk menampung semua jenis manusia, kan? 😉

1 thought on “Berpikir Ilmiah”

Leave a Comment