My Campus Review: Semester 1

Telat sekali sebenarnya saya menulis ini, karena sekarang sudah masuk pekan ketiga semester 2. Berkat kemalasan sayalah, tulisan ini baru digarap sekarang.

Semester pertama di kampus baru adalah masa adaptasi diri, setelah sekian lama tidak kuliah. Adaptasi ini juga menyangkut masalah tubuh, perut, dan hati, karena Jogja jelas berbeda dengan Banjarbaru, dalam hal cuaca, makanan, dan jarak. Dalam perjalanannya, ada banyak hal yang terjadi, terhadap diri sendiri maupun orang-orang dan alam di sekitar saya.

Sepanjang 2010-2011 ini, saya total naik pesawat 9 kali; Entah rutenya Banjarmasin-Jogja, Banjarmasin-Surabaya, maupun sebaliknya. Ini rekor karena sebelumnya, sepanjang 20-an tahun lebih dikit usia saya, saya baru pernah sekali naik pesawat, kala libur lebaran tahun 2009, ketika mengunjungi keluarga istri di Surabaya dan Tulungagung. Sebagian penerbangan memang direncanakan, sementara yang lain, lebih karena keadaan, seperti ketika Merapi meletus, atau saat bapak mertua saya berpulang. Yang mengesankan, saya pernah naik pesawat dengan tiket seharga 50 ribu, ketika maskapai Mandala masih promo gila-gilaan. Sekarang, berhubung maskapainya bangkrut, beberapa tiket murahan yang sempat dipesan terpaksa harus kami relakan.. 😥

Perkara makanan, sebenarnya tidak terlalu jadi masalah buat saya. Di Jogja, hingga ke jalan kecil pun, banyak warung bertebaran, khususnya warung mie instan yang penjaganya kebanyakan Urang Sunda, dan buka 24 jam. Selain itu, seperti umumnya kota-kota di Indonesia, pastilah ada Warung Padang dengan menunya yang universal. Saya tidak suka lotek ataupun gudeg, sehingga mungkin selera saya kurang nJogja, tapi di Food Court UNY, saya kerap memesan Gado-gado. Eh, ada menu Soto Banjar di Food Court ini, namun setelah dicoba, perut menolak dan esoknya agak mules. Agak susah memang kalau mencari menu yang rasanya persis sama dengan masakan Banjar aseli. Warung masakan Banjar “Kindai”, di Jembatan Merah, misalnya, punya menu dengan bumbu masak habang yang khas masakan Banjar, namun karena nasinya beda, tetap saja hasilnya juga tidak bisa persis sama…

Nasi di Jogja memang berbeda dengan nasi yang biasa saya konsumsi di Kalimantan; beras Unus pastilah takkan tergantikan rasanya dan kawan serumah, dengan keringanan hatinya, rutin membawa kiloan beras jenis ini tiap bertolak ke Jogja, untuk konsumsi di kontrakan. Tapi sekarang perut saya telah terbiasa dengan jenis nasi apapun. Dan perkara menu, Jogja memang punya banyak sekali pilihan masakan untuk dicoba. Yang paling berkesan buat saya sih, adalah Resto Lele Lela di Jalan Gejayan; bukan karena menunya, melainkan sambutannya yang unik: seluruh karyawan resto menyambut pengunjung yang datang dengan teriakan sapaan: “Selamat pagiiii!!!!” dan yang pulang dengan “terima kasiiiih!!!”. Etapi, soal harga, untuk ukuran mahasiswa perantauan-dengan-beasiswa-sekadarnya, menu di sana itu, ummm tidak terlalu.. ummm… menggembirakan….

Eh, tapi saya kan ke Jogja untuk kuliah, bukan untuk wisata berpesawat atau makan-makan doang? Ada baiknya sekarang saya bahas soal kampus dan perkuliahan.

Kampus UNY terletak di Jalan Colombo, tapi Program Pascasarjana (PPs) sendiri lebih dekat diakses lewat Jalan Gejayan. Kampusnya asri, hijau, dan bersih lirik kampus lama. PPs menempati dua gedung, lama dan baru. Gedung baru bertingkat 4, punya aula yang cukup menampung hingga 250 orang. Gedung lama bertingkat 3, dilengkapi dengan Perpustakaan dan Ruang Internet. Saya lebih banyak dapat kuliah di gedung lama. Ruang kuliahnya cukup nyaman, dengan AC dan Proyektor LCD untuk memperlancar perkuliahan lirik kampus lama lagi. PPs juga dekat dengan Food Court dan Perpustakaan Besar UNY, sehingga tidak jauh kalau ingin cari makan dan cari buku.

Sebelum kuliah, selama sebulan kami menjalani matrikulasi; Bahasa Inggris dan Statistika. Untuk Bahasa Inggris, tidak terlalu ada masalah; nah Statistika ini yang jadi momok buat saya yang memang agak parah kalau urusan hitung-hitungan… Tapi ada untungnya juga, karena saya akhirnya dapat memberanikan diri menghadapi pertarungan melawan angka-angka kembali…

Semester 1 terdiri dari 6 mata kuliah, dengan total 13 SKS. Bahasa Inggris diberikan sebagai kuliah 0 SKS, dengan hasil ujian berupa skor TOEFL-like. Sisan-ya adalah Psikolinguistik, Teori Pemerolehan dan Pengajaran Bahasa, Filsafat Ilmu, Metodologi Penelitian Pendidikan, dan Statistika.

Psikolinguistik segera saja jadi mata kuliah favorit saya. Selain karena materinya menarik, juga karena saya anggap akan sangat bermanfaat dalam memahami proses mental seseorang dalam berbahasa, proses komprehensi dan produksi ujaran, dan lebih jauh lagi, bagaimana sikap seorang guru dalam mengajarkan bahasa kedua/bahasa asing kepada anak, dengan mempertimbangkan sudut pandang Psikolinguistik tersebut.

Teori Pemerolehan dan Pengajaran Bahasa, sedikit banyak punya kemiripan dengan Psikolinguistik, dengan lebih banyak fokus pada riset dan metodologi pemerolehan dan pengajaran itu sendiri, bukan pada obyek ajar. Mata kuliah ini menjejali saya dengan istilah-istilah baru yang bisa membuat saya keminter…

Dari Filsafat Ilmu, saya memperoleh kata favorit baru: Aksiologi. Bahwa sebaik-sehebat-sepandai apapun seseorang atau sesuatu, yang terpenting adalah manfaatnya bagi kehidupan.

MPP menjadi bekal untuk melakukan penelitian nantinya. Kuliahnya mirip dengan Intro to Research dulu semasa S-1, dengan pendalaman lebih jauh pada metodologi, sampling, dan analisis data.

Untuk analisis data, Statistika jagonya. Selain membebani otak alergi-angka ini dengan segala macam istilah dan rumus, Statistika sebenarnya juga membantu dalam membangun mentalitas peneliti. Tulisan Sora tentang statistik shampoo itu, misalnya, adalah contoh nyata betapa kita harus begitu berhati-hati dalam mengambil kesimpulan. Dan, AlhAmdulillAh, nilAi sAyA untuk mAtA kuliAh ini, ternyAtA cukup membAhAgiAkAn… :mrgreen:

Ah, masalah nilai, sebenarnya saya tidak terlalu ambil pusing. Apapun nilai yang saya peroleh, saya terima dengan senang hati saja. Yang penting saya setidaknya sudah menjalankan tugas; menghadiri perkuliahan, presentasi, sesekali aktif dalam diskusi, dan mengerjakan tugas. Beberapa rekan mungkin ada yang kecewa dengan proses penilaian ini; bahwa ada mahasiswa yang jarang masuk, lalai dalam tugas dan presentasi, namun nilainya malah lebih baik dari yang pontang-panting. Well, di sinilah perlunya kita memahami makna “ikhlas” dengan sebenar-benar ikhlas. Yang jelas, buat saya mah, nilai A-B-C itu tak lebih dari perkara angka administratif di atas kertas doang. Kualitas individu tak bisa dihakimi semudah itu dengan angka. Ada kualitas usaha, sikap, dan unsur afektif lainnya yang lebih sulit untuk diukur. Ada perbaikan dalam persepsi dan mentalitas dalam menghadapi siswa nantinya. Ini yang lebih utama, karena tujuan para guru disekolahkan ini toh tidak sekadar mengejar nilai, melainkan meningkatkan kualitas pendidikan, senormatif apapun, di Kalimantan Selatan kelak. Dan pendidikan, tidak identik dengan angka, apalagi standar.

Perbaikan sikap, aksiologi, menjauhi sifat “guru zalim”, dan peningkatan minat baca, itulah yang saya dalami semester lalu. Semoga semester-semester berikutnya akan ada lebih banyak lagi yang dapat saya pelajari, di dalam maupun di luar ruang kuliah.

Sedemikian saja dulu ulasan saya mengenai kampus, sampai jumpa di ulasan semester depan. Sekarang saatnya kembali main Plants vs Zombies… #eh

14 thoughts on “My Campus Review: Semester 1”

  1. wah sy malah lupa nulis sejarah perkuliahan sy pas di pps uny 2003-2004 dulu, nanti nulis juga ah. Yg di pps UGM 2007-2009 jauh lebih seru belum nulis juga. Makasih inspirasinya dab.

    Reply
  2. Hoo, udah semester tiga? Berarti kira-kira udah setengah jalan dong? 😀

    Dan, AlhAmdulillAh, nilAi sAyA untuk mAtA kuliAh ini, ternyAtA cukup membAhAgiAkAn… :mrgreen:

    wah Beruntung lah masBro. nilai saya dulu ndak seBagus itu, je… 🙁

    #eaaa

    Reply
  3. @ Urip
    Wah, tahun 2003-2004 itu, UNY bentuknya seperti apa ya Pak? Ayo gih ditulis, jadi pengen tau gimana serunya…

    @ Sora9n
    Semester dua masbro, tapi target sih dua tahun lulus, yah moga lancar aja deh prosesnya…

    Masalah komen, itu bukan nesting kok, memang anatomi komentarnya saling-silang, kalau nesting ada cirinya kok, kayak di posting sebelah yang banyak sahut-sahutannnya…

    Reply
  4. Beberapa rekan mungkin ada yang kecewa dengan proses penilaian ini; bahwa ada mahasiswa yang jarang masuk, lalai dalam tugas dan presentasi, namun nilainya malah lebih baik dari yang pontang-panting.

    Deja Vu?

    Well, di sinilah perlunya kita memahami makna “ikhlas” dengan sebenar-benar ikhlas

    Ikhlas apa maklum?
    :mrgreen:

    Dari review kampus,kok kesannya bahwasanya kampus kita dulu busuk sebusuk busuknya dan tak ada bagusnya, sementara kampus negara sebelah kok bagus sebagus bagusnya? Apakah ini masih termasuk bagian dari program pembodohan dan penjajahan berjangka warisan kompeni?

    Reply
  5. @ Fortynine

    Deja Vu?

    Beberapa tahun lalu, ada mahasiswi yang ngamuk-ngamuk depan saya karena cuma dapat nilai B…. :mrgreen: *eksploitasi masa lalu*

    Ikhlas apa maklum? :mrgreen:

    Ikhlas bin maklum…

    kesannya bahwasanya kampus kita dulu busuk sebusuk busuknya dan tak ada bagusnya, sementara kampus negara sebelah kok bagus sebagus bagusnya?

    Perkara kesan dan diksi, silakan menyimpulkan sendiri. Saya cuma sedikit membandingkan penampakan fisik, yang sejatinya masih bisa diperbaiki KALAU pengelola kampus negara sebelah itu mau serius. Perkara mentalitas, nah, ini hanya bisa dibangun jika pemimpinnya, IMHO, punya visi yang bagus…

    Apakah ini masih termasuk bagian dari program pembodohan dan penjajahan berjangka warisan kompeni?

    Ah, bukannya pendidikan itu tujuannya mencerdaskan kehidupan bangsa?

    Reply
  6. sungguh laporan perkembangan studi yang mencerahkan, mustinya macam begini aja yg disampaikan pada penanggungjawab beasiswa, sifatnya terbuka, mencerahkan, menghibur dan hasilnya kan juga AlhAmdulillAh 😆

    dan itu plants vs zombienya udah tamat semua ? sampe mini gamesnya juga ? hinngga ntar pialanya berwarna emas ? *eh

    Reply
  7. @ Warm
    Hasyah, kalau laporan yang itu mah, sifatnya administratif belaka, lebih banyak bicara angka… 12 jeti sebulan kalo kata koran…

    PvZ? Pialanya sudah emas, sih, tapi pohonnya masih belum gedhe…

    @ Oghello
    Ya, semua harus adaptasi dulu, semoga semester ini bisa lebih lancar…

    @ Rime
    Hohoho, itu dapat A- juga berkat begadang semalam suntuk…

    Reply

Leave a Comment