Kesenjangan Koneksi

Setahun sudah saya numpang tinggal di Jogja, dan bulan ini akhirnya saya memutuskan untuk pindah. Tadinya saya tinggal berempat dengan rekan-rekan sesama mahasiswa dari Kalsel (termasuk Kangmas Mansup), mengontrak rumah di sebelah utara Jogja. Tahun ini, saya berencana ngekos saja, dengan beberapa pertimbangan yang lebih bersifat ekonomis dan kurang pas kalau harus dibeberkan di sini, kelihatan bener kere-nya.

Kos yang baru tentunya sangat berbeda dengan rumah kontrakan lama. Rumah yang lama besar dan luas, namun lumayan jauh dari peradaban; dua kilometer ke utara ringroad, dengan latar gunung Merapi di belakang rumah. Sementara kos-kosan ini, meskipun sempit, namun letaknya sangat strategis, karena dekat dengan pusat keramaian Jogja, seperti UGM, Malioboro, dan yang utama, kampus UNY. Kamar kos saya bahkan tepat bersebelahan dengan sebuah restoran waralaba yang terkenal mahal, walaupun sampai sekarang belum ada orang baik hati yang mau mentraktir saya makan di sana :mrgreen: .

Akan tetapi, yang paling bertolak belakang adalah… adalah…

Koneksi Internet!

Jreng… jreng…

Hingga saat ini, saya masih menggunakan modem berkartu GSM dengan model para pemain MU. Selain harganya yang realistis, kata beberapa kawan, kartu ini lumayan cepat di Jogja. Sayangnya, saat digunakan di rumah kontrakan dulu, sinyal-nya menyedihkan. Sinyal 3G-nya entah ke mana, sedangkan untuk EDGE cuma dapat 2-3 bar. Untungnya, koneksi dengan kartu ini masih terhitung stabil dan jarang putus. Setahun saya menggunakan kartu ini dengan kondisi gambar, skrip, iklan, dan video semuanya diblok. Ujung-ujungnya, kalau memang perlu koneksi cepat, larilah saya ke warnet terdekat.

Semua berubah ketika saya pindah ke kos baru. Begitu mode 3G saya aktifkan, perbedaan kecepatan langsung terasa. Yang jelas, membuka Google Pleus yang berat nian pun sanggup, download file-pun stabil, dan tentunya sepuluh kali lebih cepat dari saat mengunduh dengan EDGE. Menurut info tidak resmi yang saya terima, entah benar atau tidak, kalau sudah keluar dari ringroad Jogja, semua koneksi memang amburadul; 3G, 3,5G, 4G, 5G, dan seterusnya hanya untuk lingkar dalam Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat ini… Dan ini, buat saya cukup mengganggu.

Bayangkan, antara satu daerah yang relatif kecil saja, terpaut jarak yang hanya beberapa kilometer, sudah ada ketidakseimbangan distribusi koneksi. Mereka yang tinggal di pusat kota menikmati kecepatan berlimpah, sementara yang di pinggiran hanya menikmati remahannya saja. Dan tidakkah ini juga begitu familiar di ranah lain di luar internet? Tidakkah ini sesuatu yang jamak di wilayah lain di negeri ini?

Sekolah-sekolah favorit pusat kota, dengan label ‘Internasional’, diberi fasilitas berlebih, dan diperbolehkan menetapkan tarif yang juga Internasional. Sementara itu, sekolah-sekolah pinggiran diberi label ‘sekolah gratis’, dengan sarana dan infrastruktur yang juga se-gratis-nya.

SPBU di ibukota, juga di Yogyakarta terlihat sepi pengantri, karena pasokan BBM lancar jaya. Sementara di kampung halaman saya, setiap malam puluhan bahkan ratusan kendaraan mengular, mengantri jatah BBM di SPBU yang jumlahnya juga terbatas.

Beberapa hari ini kawan-kawan di banua kembali mengeluhkan soal listrik, entah itu namanya pemadaman bergilir atau penyalaan bergilir. Lagi-lagi, situasi yang berbeda juga tak bakalan dialami di ‘pusat’ sini. Kalau sampai ada byarpet, pemerintah ‘pusat’ sudah siap untuk meminta maaf

Contoh lainnya, silakan cari sendiri. Yang jadi pertanyaan buat saya sekarang adalah apakah memang begitu mekanismenya? Apakah selalu harus ada ‘analisis potensi’ untuk setiap penyebaran ilmu, pasokan sumber daya/energi, dan fasilitas semacam koneksi internet? Apakah daerah di luar lingkaran kekuasaan dianggap tidak terlalu ‘menjanjikan’ untuk mendapat kemewahan setara? Atau inikah cara ‘mereka’ mempertahankan status-quo, dengan membiarkan orang-orang di bawah, mereka yang berada di luar lingkaran, tetap terbodohkan, terdistraksi, dan terlalu sibuk memaki?

Entahlah, yang jelas, sila ke-5 dasar negara kita masih sama kan?

14 thoughts on “Kesenjangan Koneksi”

  1. Saya pake provider berwarna merah yang usianya termasuk cukup tua di Indonesia… Di Rumah Coklat saya pake lancar. Di Ambarukmo Plaza lancar juga. Tapi di kost saya di Prambanan… Ergh, ngos-ngosan banget apalagi kalau kuota habis.

    Masa’ ya harus pindah kost ke Jogja? >.<

    Reply
  2. Sya pakai provider yang iklannya, Mau? dengan jaringan EDGE. Google+ bukan masalah…. LOL
    Tapi IMO, masalah persebaran jaringan ini yang agak sulit di mengerti. Posisi rumah saya ada di hampir pinggir kota kecil sebelah selatan, dan hampir bisa menerima semua jaringan provider yang masuk kota. Lucunya, desa tetangga, yang cuma berjarang sekitar 1 kilo dari rumah (saya masih di desa lhoo…) nggak mampu menangkap sinyal provider yang saya pakai. ๐Ÿ˜›

    Reply
  3. Makanya, walaupun saya kadang sebal juga terhadap salah dua stasiun tv yang program acaranya cuma memindahkan video-video youtube, tapi ujungnya selalu mikir ini penduduk yang sinyal gsm-nya ngos-ngosan boro-boro bisa tau ada nenek umur 70 tahun yang “baru” melahirkan anak. Setidaknya para stasiun tv jadi perpanjangan tangan pengetahuan unik. Entah ya soal kaidah jurnalismenya ๐Ÿ˜›

    Reply
  4. bukankah memang sudah hukum alamnya di sini seperti itu? siapa yang dekat dengan lingkar kekuasaan akan mendapatkan banyak keuntungan. Jadi kalau ingin mendapatkan fasilitas lebih, mendekatlah ke pusat kekuasaan tersebut

    Reply
  5. Begitulah klo sesuatu itu terpusat, seperti kita melempar batu di tengah2 sungai dimana riaknya akan bergerak ke pinggir sedikit demi sedikit.
    * berlagak mengerti *

    Reply
  6. @ Christin
    Ah, kalo yang merah itu, cukuplah saya disiksa di hape saja :mrgreen: … Anyway, pindah kos-nya ke Amplaz aja…

    @ Akiko
    Mengenai sebaran koneksi, saya punya pengalaman pas ke satu kota saat ada acara bersama provider si merah (yang disebut Mbak Christin di atas). Karena lokasi acara menuntut sinyal 3G, maka BTS ‘dimodif’, sehingga daerah yang biasa menikmati koneksi cepat, hari itu pastilah misuh-misuh karena sinyal 3G-nya dialihkan…

    Sepertinya ini juga cuman urusan geser pemancar….

    @ Lambrtz
    Semoga sinyal negara tetangga nanti sampai juga ke Kalimantan…

    @ Mhd Wahyu NZ
    Baru tahu kalau lima sila itu diterapkan secara sequential, bukannya simultan… ๐Ÿ™„

    @ Takodok!
    Haha, biarlah masalah hak cipta jadi urusan tivi yang bersangkutan, tapi masih mendinglah itu acara sebagai alternatif di tengah maraknya acara-acara lain yang Tidak Mendidikโ„ข ๐Ÿ‘ฟ !

    @ Itikkecil
    Baiklah, kalau begitu saya akan mendekati kekuasaan… *daftar jadi ketua umum atau bendahara partai* ๐Ÿ˜ˆ

    @ Farisi
    Apalagi kalau habis melempar batu sembunyi tangan ya? *apaan ini??*

    @ Asop
    Padahal kan keadilan sudah jadi partai, entahlah setelah sejahtera, apakah mereka masih adil? ๐Ÿ™„

    Reply
  7. […] dan fasilitas semacam koneksi internet? Apakah daerah di luar lingkaran kekuasaan dianggap tidak terlalu โ€˜menjanjikanโ€™ untuk mendapat kemewahan setara? […]

    saya tidak tahu ya tentang daerah luar lingkaran dianggap menjanjikan atau tidak. Tapi biasanya, bukannya pembangunan memang menyebar dari yang terdekat dengan pusat baru kemudia ke yang jauh?
    Tapi kalau masalah koneksi internet dari provider, saya bisa bilang tidak melulu tergantung luar atau dalam lingkaran.
    Saya pakai modem dengan si cerdas sebagai kartunya, lancar jaya tanpa hambatan walau bukan paket premium. Untuk mobile, saya pakai 2, satu si merah yang katanya mahal dan berumur itu, satu lagi si kuning, saingan terdekat si merah. Nah ini yang bikin perbedaan besar sampai saya terheran-heran. Dua provider besar itu dari segi harga sama aja, tidak ada yang lebih murah atau lebih mahal, tapi dari jaringan jomplang ๐Ÿ˜
    Si merah tidak pernah bermasalah, di rumah sinyal 2G, EDGE, 3G, 3.5 G lancar tanpa hambatan, di kaki Semeru sinyal 3G tetap lancar bahkan untuk buka yutub, di Pura Uluwatu yang semua provider kehilangan kehidupan, si merah masih mampu menangkap 2 bar kehidupan. Dan si kuning, di kamar saya menangkap sinyal hanya sampai 3G, itupun harus dengan susah payah, di dapur kehidupannya tinggal 2 bar, di kaki Semeru sinyalnya timbul tenggelam, jangan tanya di Pura Uluwatu, benar-benar hilang tak berjejak. Jadi, apakah perbedaan koneksi internet ini hanya karena suatu daerah berada di luar atau di dalam lingkaran kekuasaan?

    Reply
  8. @Rukia
    Mengenai si kuning, nah ini dia. Entah perasaan saya saja, atau memang demikian adanya, sejak kasus Kartel bersama si merah terungkap ke publik, kelihatannya kinerja provider ini turun drastis deh, bahkan terakhir baca di wiki, sekarang mereka sudah turun ke posisi ketiga, disalip sama provider kuntilanak itu…
    Padahal dulu kawan2 di Kalsel banyak yang memakai kartu ‘sapu‘ buat internetnya, soalnya kenceng. Bahkan sebagian bela-belain beli ke Surabaya gara-gara susah mencari kartunya di Kalimantan.
    Tapi setelah beberapa kasus dan kondisi yang menyedihkan, yang kurang enak kalau harus saya ceritakan, sepertinya popularitas si-sapu sudah terkikis…

    Reply

Leave a Reply to Rukia Cancel reply