Polisi yang Tertidur

“Jangan takut Polisi, kalau tidur kita gilas…”

The Panas Dalam – Lagu Timur

Satu hal paling mengesalkan dari jalanan kampung adalah bertebarannya polisi tidur. Bahkan tak jarang, sarana yang dalam definisinya disebut sebagai “alat pembatas kecepatan” itu jumlahnya belasan, bahkan puluhan dalam satu ruas jalan. Jaraknya pun tak tanggung, bahkan ada yang tiap lima-sepuluh meter.

Bapak saya termasuk yang paling anti memasang penghalang yang dalam bahasa Inggris disebut “speed bump” itu. Kata beliau duri di jalan saja harusnya disingkirkan, ini malah hambatannya sengaja dibikin, menzolimi pengguna jalan itu namanya. Jadilah depan rumah kami dulu tak pernah dipasangi polisi tidur. Tapi etapi, tetangga kiri kanan lah yang memasang 🙂 .

Sebenarnya bukan tanpa alasan warga kampung, dengan tanpa komando, memasang polisi tidur. Penghalang yang biasanya dibuat dari cor-coran semen di atas kayu atau besi itu umumnya dipasang di jalan yang baru diaspal. Salah satu alasannya adalah, dengan mulusnya jalan, naluri para titisan Valentino Rossi untuk menggeber motor bebek dan skuter matic kriditan ortu mereka akan tersalurkan tanpa kendali. Remaja-remaja tanggung tanpa SIM itu bisa melibas apa saja, termasuk anak-anak kecil yang tak berdosa dan ayam peliharaan warga.

Nah, di RT sebelah pernah ada kejadian penjambret kejar-kejaran dengan polisi, masuk ke kampung kami yang jalannya baru diaspal usai kampanye pilkada. Di simpang tiga, si penjambret lepas kendali, seorang ibu muda melayang nyawanya. Esoknya polisi tidur di sekitar jalan itu melonjak jumlahnya hingga tiga kali lipat.

Hanya saja, terlepas dari abege labil dan para pengendara ugal-ugalan itu, seringnya polisi tidur dibuat tanpa mengindahkan standar dan aturan yang berlaku. Tingginya gila-gilaan, bahkan motor bebek tua saya yang ceper dulu kerap jadi korban. Belum lagi, karena desain yang tidak lulus uji kelayakan dan kepantasan, justru jalan yang baru diaspal itu yang malah ikut rusak tergerus pecahan semen, apalagi ketika truk pasir lewat. Niat mau memelihara jalan malah mempercepat kerusakan jalan yang aspalnya sudah tak seberapa dikorup pemborong.

Setelah gugling sebentar, akhirnya saya menemukan peraturan terkait, yaitu Keputusan Menteri Perhubungan No 3 Tahun 1994 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai Jalan. Dalam aturan ini disebutkan antara lain:
1. bentuknya menyerupai trapesium,
2. tingginya maksimum 12 cm,
3. sisi miringnya derajat kelandaiannya maksimum 15 derajat,
4. lebarnya minimum 15 cm,
5. harus dicat serong-serong warna putih.

Untuk gambarnya bisa dilihat di bawah ini:


Nah, jadi gimana, sudahkah polisi tidur di jalan kampungmu memenuhi peraturan di atas?

Leave a Comment