Tomb Raider (2013) – A Survivor Is Born

“Sacrifice is a choice you make. Loss is a choice made for you.”

– Conrad Roth

 


Jadi begini, saya baru saja menamatkan Tomb Raider 2013, dan sepertinya menarik untuk sedikit mengulasnya di blog.

 

Pengantar
Tomb Raider (TR) adalah game aksi petualangan hasil kreasi programmer Inggris, Toby Gard. TR menjadi salah satu waralaba game terlaris di dunia, dengan sekitar 35 juta kopi game terjual belum terhitung bajakannya. Game ini berkisah tentang arkeolog wanita bernama Lara Croft yang bertualang ke tempat-tempat eksotis dan berbahaya di berbagai belahan dunia. TR pertama kali dirilis tahun 1996, dan hingga sekarang tak kurang 14 judul sudah diluncurkan untuk bemacam mesin game. Seri pertama yang saya cicipi adalah Tomb Raider versi port di hape Nokia N-Gage. Tertarik dengan gameplay-nya yang seru dan menantang, hingga sekarang hampir seluruh seri pernah saya mainkan, meski tak semua sempat ditamatkan.

Penampakan Tomb Raider versi N-Gage. Primitif, yes?

Sekilas Sejarah Tomb Raider
Secara umum, TR terbagi dalam tiga masa, yaitu era Core Design, Crystal Dynamics, dan Square Enix. Lima seri awal diterbitkan secara masif setiap tahun (1996-2000), utamanya untuk konsol PlayStation. Tomb Raider kala itu mendobrak pakem game mainstream, dengan memperkenalkan teknologi grafis komputer 3D, permainan yang menggabungkan aksi petualangan, kombat dan puzzle-solving, serta tokoh utama perempuan yang luar biasa badass-nya. Dari seri ke seri, terlihat peningkatan kualitas teknologi yang digunakan. Dari TR pertama yang masih berbasis DOS hingga TR kelima (Chronicles) yang juga dilengkapi dengan level editor, progres kualitas game di tiap serinya terus mengalami peningkatan. Sayangnya, teknologi PS mentok, grafik seakan tak bisa ditingkatkan lagi, dan gameplay-nya dianggap makin menjemukan.

Salah satu puncak teknologi Tomb Raider generasi awal:
gradasi cahaya ketika Lara menyelam di Chronicles

Seiring dengan lahirnya PlayStation 2, pengembang melirik potensi pengembangan baru untuk seri ini. TR: The Angel of Darkness (AoD) menjadi game TR pertama di era konsol 128bit. Sayangnya, meski secara grafis jauh lebih ‘indah’ ketimbang seri-seri sebelumnya, dan berbagai elemen baru disisipkan, AoD dikritik habis-habisan oleh para fans karena kontrol kamera yang buruk dan pergerakan Lara yang kaku seperti truk semen. Tak pelak, AoD dianggap gagal, Core Design kehilangan kredibilitasnya, dan TR akhirnya berpindah tangan ke Crystal Dynamics.

Louvre, salah satu level paling menarik yang pernah saya mainkan.
Sayang AoD ini, katanya kebanyakan
bug.

Di bawah Crystal Dynamics, dan seiring kembalinya sang kreator Toby Gard ke dalam tim pengembang, TR disegarkan kembali. Tomb Raider Legend menjadi pembuka cerita era baru Lara Croft, disambung dengan Anniversary (versi ‘remake’ dari game pertama tahun 1996) dan Underworld, sebagai penutup trilogi petualangan Lara. Grafik mengalami perkembangan pesat berkat kemajuan teknologi terbaru, dan Lara dibekali berbagai kemampuan baru yang membuatnya makin lincah.

Lalu, masuklah Square Enix mengakuisisi Eidos. Crystal Dynamics termasuk studio yang diambil alih, dan TR pun melangkah ke fase ketiga, reboot.

Setelah Underworld, sepertinya tak ada lagi yang bisa digali dari karakter Lara Croft. Square Enix kemudian memutuskan untuk memutus cerita terdahulu dan memperkenalkan sosok Lara Croft dengan cerita yang sama sekali baru.

Hasilnya mengejutkan! Setelah sempat tertunda beberapa kali, awal tahun ini TR dirilis dengan sambutan antusias dari para fans, baru maupun lama. Tomb Raider yang satu ini memang sangat ekstrim perbedaannya dari seri-seri sebelumnya.

Plot
Tomb Raider 2013 berkisah tentang seorang arkeolog muda (awal 20-an) bernama Lara Croft, yang bersama rekan-rekannya mencari jejak kerajaan yang hilang bernama Yamatai, di daerah Dragon’s Triangle, lepas pantai Jepang. Kapal yang mereka tumpangi dihantam badai dan terbelah dua, dan mereka kemudian terdampar di sebuah pulau misterius. Di sinilah Lara harus bertahan hidup, melawan serigala dan musuh-musuh lainnya, dan memecahkan misteri yang menyelimuti pulau ini. Sepanjang permainan, berbagai cutscenes diselipkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang makin menguak rahasia di balik pulau nan cantik tersebut, seiring progres Lara dari gadis biasa yang mudah panik hingga menjadi jagoan super sadis yang tak takut menghadapi resiko apapun.

Awal kisah Lara Croft yang baru, terdampar di pulau misterius
dengan bangkai belasan kapal di kejauhan.

Gameplay
Secara umum, cara memainkan Lara tak jauh beda dengan seri-seri sebelumnya. Ia bisa berlari, melompat, memanjat, dan sesekali berenang. Dalam petualangannya, terkadang ia harus berinteraksi dengan beberapa benda di sekitarnya seperti pintu, tombol, atau lever. Untuk bisa meneruskan perjalanan, ia harus memecahkan berbagai puzzle dan berusaha mencari ‘pintu keluar’, apapun bentuknya.

Perbedaan mencolok ada pada sistem bertarung. Jika biasanya Lara otomatis mengunci target dengan senjatanya, kali ini targeting sepenuhnya manual. Pemain harus mengandalkan insting, kecepatan dan ketepatan mengklik mouse. Permainan jadi mirip seri Resident Evil atau Medal of Honor :). Selain itu, ada pula kombat jarak dekat ketika Lara harus mengandalkan kapaknya untuk menghajar musuh sambil sesekali menghindar. Kombinasi yang tepat dari keduanya bisa menghasilkan ‘killing blow‘ yang efektif sekaligus memberi banyak XP.

XP? Ya, ini fitur baru juga di TR, mirip-mirip yang diterapkan di game RPG (namanya juga Square Enix, tak heran lah). Ada dua poin yang bisa didapat Lara: XP yang terakumulasi menjadi skill points, dan salvage yang bisa digunakan untuk upgrade senjata. Keduanya, sayangnya linear saja, dan dijamin, ketika mendekati akhir permainan, akan ada ribuan poin tak terpakai karena semua skill dan senjata sudah sepenuhnya di-upgrade. Sebagai tempelan saja bolehlah, walau tak berpengaruh signifikan terhadap jalan cerita.

Fitur lainnya adalah senjata. Berhubung Lara sekarang di tengah hutan, senjata pun tak bisa canggih-canggih seperti dulu. Hanya ada lima senjata yang dimiliki Lara, didapat pun secara bertahap: Panah, pistol, kapak, shotgun, dan rifle. Panah memegang peran sentral di sini, apalagi kalau sudah ada tali dan apinya. Amunisi-nya terbatas, sehingga pemain harus benar-benar berhitung saat melawan banyak musuh. Untungnya stok peluru bisa didapat di berbagai tempat. Kalau habis keliling aja lagi, secara berkala kotak amunisi bisa muncul kembali. Lara juga bisa menggeledah amunisi dari musuh yang sudah dihabisinya.

Satu perubahan signifikan lainnya adalah peta! Jika selama ini TR dimainkan dengan mengandalkan insting dan daya ingat, sekarang peta disertakan untuk membantu gamer generasi sekarang yang sepertinya malas mikir :p. Peta memegang peran cukup penting di sini, utamanya untuk menunjukkan ke mana Lara harus menuju untuk melanjutkan plot, dan di mana lokasi bonus yang harus dikumpulkan. Dengan area yang sangat luas dan tiap level yang saling terhubung, mau tak mau peta menjadi sumber referensi yang bermanfaat.

Graphics
Di game ini karakter Lara dirender serealistis mungkin, dengan pergerakan yang halus hasil teknologi motion capture. Jika selama ini Lara identik dengan bokong dan dada yang oversized, bibir tebal dan tatapan sinis, khas gaya Angelina Jolie di versi film Hollywood-nya, Lara yang baru sangatlah berbeda. Sekarang tidak ada ukuran yang berlebihan, pun ekspresinya lebih natural, disesuaikan dengan suasana sekitar yang menakutkan. Model yang dipilih memerankan Lara adalah Camilla Luddington, walaupun entah kenapa saya lebih merasakan nuansa Hunger Games-nya Jennifer Lawrence.

Camilla Luddington, the new Lara Croft

Lingkungan sekitar juga digarap sangat serius, di mana cuaca bisa berubah-ubah sesuai sikon. Meskipun setting-nya hanya di satu pulau, ada berbagai cuaca yang harus dihadapi dengan tantangan masing-masing: hujan lebat, kabut, badai angin, salju, juga pergantian siang-malam. Sayang, komputer saya yang masuk hitungan low-end tak sanggup memaksimalkan potensi, ketika profil grafik diset pada level High, itu jalannya permainan sudah patah-patah saja…

Satu kata untuk grafiknya: anj*ng!

Overall
Setelah menamatkan game ini, saya berkesimpulan kalau Tomb Raider baru ini benar-benar luar biasa. Meskipun tidak sesulit seri-seri sebelumnya, tambahan kombat gaya Counter Strike tak pelak membuat saya agak kerepotan juga, ditambah kadang QTE-nya rada sadis dengan harus mengkombinasikan lima tombol dengan benar! Puzzle-nya masih tetap menyenangkan untuk dipecahkan, dan area permainan yang luas dengan beragam tantangan cukup menarik untuk dijelajahi. Grafiknya memanjakan mata, meskipun itu darah bertebaran dan adegan sadisnya agak kebanyakan, semacam menyaksikan film slasher saja. Dan dengan kesuksesan seri terbaru ini, semoga sekuel, atau setidaknya misi add-on bisa segera diterbitkan.

Leave a Comment