Sebagai seorang total noob di dunia per-Linux-an, migrasi dari Windows adalah perkara besar buat saya. Hanya saja, karena saya ini suka menyiksa diri sendiri tantangan baru, saya tetap bertahan dengan Elementary OS. Nah, setelah dua minggu, setelah sekian hal yang terjadi, berikut kesan saya menggunakan distro ini.
Bingung
Linux pastinya banyak bedanya dengan Windows, dan faktor kebiasaan puluhan tahun di Windows mau tak mau membuat saya kagok.
Untungnya, Elementary OS ini simpel sehingga mudah sekali dipelajari, sehingga perlahan saya makin terbiasa dengan navigasi di Linux yang kalau dipikir-pikir justru jauh lebih sederhana ketimbang Windows.
Memahami Partisi Linux
Hal pertama yang harus saya pelajari saat menginstal Elementary adalah memahami logika partisi di Linux. Kalau di Windows saya tahunya cuma drive C:\, D:\ dan semacamnya, lewat GParted dan beberapa halaman tutorial Linux, saya belajar manajemen partisi yang ternyata lumayan beda.
Bahwa di Linux kita bisa sih menginstal di satu partisi saja, tapi lebih keren lagi kalau partisinya dibagi-bagi, semisal buat root, /home, /var, dan sebagainya. Baru setelahnya, sisa ruang di harddisk saya alokasikan untuk penyimpanan data.
Memaklumi Perbedaan Interface
Membuka file cukup sekali klik, tidak ada tombol minimize, dan tombol close dan maximize terpisah, adalah sedikit dari hal-hal yang bikin kaget di awal. Selebihnya, dengan tampilan yang cantik (mirip macOS 😀 ) dan simpel, pengalaman navigasi di Elementary OS toh nyatanya nyaman sekali. Ada yang bilang sih tampilan bisa di-tweak supaya mirip Windows, tapi saya malah pengen biarkan saja perbedaan yang ada, justru biar kerasa bahwa sekarang saya udah nggak pakai Windows lagi.
Instalasi Aplikasi: Terminal vs App Store AppCenter
Setelah OS terinstal, hal pertama yang harus dilakukan tentulah update software dan nyari aplikasi buat menunjang kerjaan. Saya pun belajar kode-kode sederhana di Terminal, yang membuat saya berasa jadi hacker gitu. Beberapa aplikasi seperti VLC, Codec dan Firefox saya donlot lewat sini. Saya juga mencoba AppCenter, yang menyediakan cukup banyak aplikasi tambahan. Saya instal Audacity, TLP, Eddy dan Image Viewer di sana.
Selebihnya, seperti Google Chrome dan WPS Office, saya donlot langsung dari situsnya, lalu saya instal manual dengan bantuan Eddy. Sejauh ini semua aplikasi yang sudah diinstal lancar jaya lah nggak ada kendala.
Instalasi Fonts
Nah, masalah muncul ketika membuka dokumen yang dulu dibikin pas masih pakai Windows. Berhubung fonts yang ada tidak ada, WPS Office otomatis mengganti dengan yang ada di komputer. Beberapa tips instalasi fonts sudah saya coba, tapi sepertinya tak semua fonts yang ada di Windows sudah terinstal. Mungkin harus instal manual, nanti saya coba lagi.
Secara umum saya cukup senang menggunakan Linux, dan sejauh ini aplikasi-aplikasi yang ada cukup dapat menggantikan apa yang biasa saya kerjakan di Windows. Masih ada yang nggak pas sih, tapi sambil belajar lagi, sambil mencari lagi, semoga saya tetap bisa betah di sini.
semangat pak guru!
dan membaca repiu di atas, tampaknya baru sebentar, level per-linux-an anda jauh di atas pengetahuan saya yg mau instal sesuatu sahaja kudu gugling terus :))
salute?
Semangat, Pak Guru.
Elementary ini salah satu distro ternyaman yang pernah saya gunakan.