Wah ternyata lama sekali saya tidak menulis lagi soal Linux sejak terakhir posting akhir 2020 lalu, padahal tahun ini semakin banyak distro yang saya cobain mengingat betapa tidak setianya saya…
Pada postingan ini, saya bakalan cuma bahas dikit-dikit aja, sebagai rekapan. Beberapa distro nantinya akan dibuatkan postingan tersendiri.
Kubuntu
Setelah mencoba KDE di MX Linux, saya jadi pengen mencoba pengalaman KDE lainnya. Kubuntu pun menggantikan MX diinstall di HDD PC Mandalorian.
Hanya saja, entah kenapa, selalu muncul pesan error setiap booting awal. Waktu loading juga jadi lama, dan meskipun KDE-nya lumayan cantik, rasanya kurang nyaman saja dipakainya. Awal 2021, berhubung kesibukan lumayan padat, saya juga tak sempat ngoprek PC buat pindah ke distro lain. Kubuntu pun jadinya tetap di sana, namun amat jarang dicobain. Manjaro tetap jadi pilihan utama sebagai distro harian.
Peppermint OS
Lama dianggurin, akhirnya saya berkesempatan membersihkan PC lama (APU). Beneran saya cuci bersih itu casing-nya, dan segala komponennya juga dibersihin biar rada kinclong. Tak lupa, saya beliin SSD baru buat penyimpanan. Yang murah aja, yang 120 GB. Saya install Peppermint biar ringan saja kinerjanya, dan setelah selesai, PC pun dihibahkan ke kamar si Mbak.
Manjaro
Setahun penuh, distro ini saya jadikan daily driver buat PC di rumah. Nah, kebetulan di sekolah saya nemu PC rakitan buat server yang lama dianggurin. Speknya lumayan lah, Core i7 generasi 8, RAM 8 GB, dan Kartu Grafis GTX 1050Ti. Cukup buat gaming tipis-tipis lah ini. Berhubung kerjaan di sekolah masih ketergantungan dengan Windows, ya sudah saya install Windows 10 tanpa aktivasi, yang artinya ya nggak bayar, tapi juga nggak ngebajak.
Berhubung PC ini punya dua tempat penyimpanan, maka selain Windows di SSD, saya juga install Manjaro buat kerja harian di HDD. Sejauh ini sih lancar saja sih, tidak ada masalah berarti. Terlalu nyaman, malahan…
Nah, justru karena terlalu nyaman itulah, saya kok jadi kepikiran untuk pindah ke distro lain; namanya juga nggak setia. Akhirnya saya pun nyoba salah satu distro yang katanya paling keren…
Deepin
Alamak, sejauh ini, distro ini yang tampilannya paling cantik yang pernah saya coba. Tapi eh tapi, ada tapinya…
Biarpun tampilannya bening, saya malah mengkhawatirkan beberapa hal. Browser bawaan-nya yang by default menggunakan Baidu sebagai mesin pencari, dan adanya beberapa aplikasi tak jelas berbahasa Mandarin, membuat saya kok agak gimana gitu. Dibilang parno kok lebay amat, tapi mengingat kasus yang sempat mencuat, sedikit banyak, saya jadi ragu menjadikan Deepin ini sebagai daily driver. Ya udah pindah lagi dah…
Zorin OS
Kebetulan ada rekan yang bilang pengen beralih dari Windows 8 yang selama bertahun-tahun menemaninya di laptop keluaran 2011. Awalnya saya sarankan pakai Linux Mint, tapi dia kurang suka. Setelah gugling dikit, katanya buat yang baru migrasi dari Windows, Zorin merupakan pilihan yang baik. Kebetulan pula, saat itu Zorin baru saja rilis versi 16-nya bertepatan dengan hari kemerdekaan RI.
Dan astaga, dari yang tadinya nawarin orang lain, malah saya yang kepincut. Zorin pun saat ini resmi menggantikan Manjaro sebagai distro utama saya di PC rumah. Review lebih lengkapnya nanti deh menyusul.
Pop!_OS
Distro ini masih baru banget saya coba, sekitar seminggu lalu. Pop saya pasang menggantikan Manjaro di PC i7, dengan pertimbangan kompatibilitas dengan graphics card Nvidia. Berkali-kali sudah saya gagal menginstal drivernya di Manjaro dan harus puas dengan driver Nouveau-nya yang rada nganu. Mungkin saya yang katrok, atau Manjaro-nya aja yang layak dipersalahkan, yang jelas setelah install Pop, itu driver proprietary-nya udah terpasang sejak awal.
Dan setelah beberapa hari pakai, wah, ternyata lumayan nyaman juga kerja di Pop ini. Nanti deh, setelah Zorin, saya juga pengen bahas Pop lebih detail.
Oke, sementara segitu dulu update soal pemakaian Linux saya di dua PC utama saya. Berikutnya saya bakal bahas soal Zorin OS, kalau rasa ringan hati, he.