The best time to plant a tree was 20 years ago. The second best time is now.
– Chinese Proverb
Jadi, sejak awal 2023 saya memutuskan untuk masuk ke bursa efek dan mencoba merasakan sendiri bagaimana atmosfer pasar modal kita.
Jujurly, saya rasa terlambat sekali untuk belajar, apalagi ternyata dunia persahaman ini sangat kompleks dengan berbagai drama dan bumbu lainnya. Di usia yang udah segini, saya sempat ragu, apa saya bisa mengikuti dinamikanya. Tapi namanya sudah kadung nyebur, biarlah berenang sebisanya.
Saya dan Dunia Investasi
Sebagai warga kelas menengah ke bawah, sejak kecil saya sudah terbiasa hidup pas-pasan. Tak pernah berlimpah harta, tapi juga tak kekurangan. Abah yang PNS golongan rendah, setidaknya bisa menyekolahkan saya dan adik hingga sarjana, plus ngasih uang saku ala kadarnya saat kami sekolah dulu. Saya tak suka jajan di kantin sekolah, dan lebih memilih menabung untuk beli majalah; hal yang kelak membentuk mindset saya soal uang.
Seiring usia, saya tumbuh jadi orang yang gimana ya, tak suka jajan, tak suka juga menghabiskan uang untuk fashion, misalnya, tapi ketika naluri impulsif, belanja kadang bisa tak terkontrol, terutama terkait gadget.
Saya tahu betul kelemahan diri yang satu ini. Hape saya, apalagi sejak era Android, kerap silih berganti setiap tahun; bahkan sempat ada yang umurnya hanya setengah tahun sekali. 2019 saya ganti hape sampai tiga kali! 2022 kemaren belum direkap secara proper, tapi saya juga beli dua hape plus satu tablet di akhir tahun.
Pola hidup ini yang membuat saya terjebak di penyakit kelas menengah: middle income trap. Seringkali utang, baik jangka pendek maupun jangka panjang jadi solusi mudah. Kartu kredit juga yang harusnya jadi last resort malah dimanfaatkan “sebaik-baiknya”. Saya sadar, tapi juga menikmati; masokis. Sampai kemudian saya memutuskan untuk keluar dari zona nyaman ini. Saya memutuskan untuk belajar berinvestasi.
Kalau ada hal positif dari perilaku finansial saya, yang saya bangga sekali terkait hal itu, adalah hobi “nabung paksa” yang saya lakukan bahkan sejak 2009. Jadi sejak lama saya kerap menyisihkan uang untuk asuransi. Bukan sembarang asuransi, tapi yang ini akan me-refund dana yang sudah kita setorkan 100% (bahkan lebih) di akhir masa polis. Saya ikut dua, bahkan sampai tiga lapis polis sekaligus, dan ketika polis satu berakhir, esoknya saya daftar lagi untuk buka polis baru.
Sayangnya, ketika polis pertama cair, dalam hitungan hari, uangnya ludes. Ini membuat saya bertanya-tanya. Apa ya solusi supaya ini uang nggak ditaroh di rekening gitu aja, karena rawan sekali kena tarik, gesek, dan scan QRIS. Saya makin khawatir mengingat akhir 2022, polis kedua akan cair.
Nah saat itu, istri membeli Macbook Air dari hasil tabungannya. Jadi dia ikut asuransi yang sebagian setorannya dibelikan Unit Link, dan tabungan di sana lah yang bisa ditarik sewaktu-waktu. Ini membuat saya tertarik mencari tahu, apa itu Unit Link? Oh ternyata produk turunan reksadana. Apa itu reksadana? Oh ternyata produk turunan saham dan kawan-kawannya. Apa mending langsung saja ambil langkah berani, masuk ke saham?
Sebelumnya saya juga sudah tertarik ketika mengikuti IPO GoTo pertengahan 2022 yang gegap gempita itu. Cuma waktu itu saya kira perlu modal besar buat masuk ke bursa. Saya pun belajar dulu dasar-dasar persahaman dari beberapa kanal YouTube. Setelah polis kedua cair, saya setorkan uangnya ke RDN, dan petualangan investasi dimulai di akhir Januari 2023.
Berinvestasi di 2023
Saham pertama yang saya beli adalah Bank Danamon ($BDMN). Alasannya? Karena bank itulah yang saya pakai sejak lama, bahkan sejak SMA. Polis asuransi saya juga dari bank itu, dan semakin ke sini, fitur Bank Digital-nya menurut saya semakin baik dan lengkap.
Apakah menguntungkan? Tidak juga. Ketika saya jual tiga bulan kemudian, posisinya merah. Dan hingga kini, saya tak memegang sahamnya lagi. Lah minus dong? Iya dan tidak sih. Karena saya masih dapat dividen.
Dari satu kasus $BDMN ini saya menyadari satu hal. Saya punya naluri jual beli yang buruk. Itu semakin terkonfirmasi dari berbagai transaksi jual beli yang saya lakukan sepanjang 2023.
Secara umum, 2023 memang bukan tahun yang baik buat investasi saham. Istilah kerennya, lagi fase bearish lah. Hanya ada beberapa saham yang bisa naik kencang, sisanya yaa di situ-situ aja harganya. Pemasukan saya dari trading bisa dibilang minim sekali. Bahkan, tak jarang minus. Parah.
Kenapa bisa minus parah? Karena BU. Kejadiannya di Agustus hingga September 2023, ada tiga kali saya tarik dana paksa dari RDN untuk berbagai keperluan. Bahkan sempat ekstrem kali, sampai saldonya sempat kosong. Ini hal yang tidak ideal tentu, karena seharusnya dana investasi itu jangan diutak-atik, walau realitanya tak seindah itu. Saham pun direlakan dijual semua, dan akhirnya saya masuk lagi di Oktober 2023.
Total hingga akhir 2023, return saya dari transaksi jual beli, mungkin hanya sekitar 3 persen. Iya masih profit, tapi tipis sekali, kan? Apakah ini indikasi saya gagal di pasar saham? Tidak juga sih, tapi mungkin gaya berinvestasi tiap orang saya yang berbeda-beda.
Mazhab Investasi
Ternyata setelah dipelajari, ada aliran yang berbeda-beda di pasar modal. Ada yang teknikal, fundamental, bandarmologi, sampai astrologi. Saya ngikut yang mana? Setahun ini saya menjajal berbagai teknik, dan buat saya, ada satu yang lumayan berhasil: dividend investing.
Salah seorang YouTuber penganut aliran ini pernah bilang, yang intinya, turun naik harga itu cuma ilusi, tapi dividen itu nyata. Dividen itu beneran ditransfer ke rekening kita, bisa kita tarik segera. Uangnya beneran ada, dan bisa kita gunakan buat nambah saham lagi.
Ini sih lumayan realistis buat saya. Sebagian investor bilang sih ah dividen itu cuma bonus; cuan yang utama tetap dari capital gain. Tapi ya udah sih, di saya realitasnya: jual beli dapat 3 persen, dari dividen dapat 17 persen!!! Totalan, sesuai target, dapatlah 20 persen di tahun pertama, dan sepertinya saya sudah menemukan gaya investasi yang paling pas ke depannya.
Strategi di 2024
Apakah saya merasa berhasil? Tentu saja. Puas sekali dengan pencapaian di 2023, walau kadang saya merasa dividen investingnya kurang maksimal karena kurangnya modal. Misalnya di Akhir November saya dapat dividen dari satu lot $TOTO senilai hanya segini mengingat tak sempat lagi nambah muatan…
Fokus saya tahun ini tentu menambah modal. Saya menjadi semakin termotivasi berinvestasi, dan sepertinya berdampak positif juga ke naluri berhemat saya. Semoga tak lagi mudah tergiur dengan gadget baru, juga bisa semakin baik mengatur pengeluaran hanya untuk hal-hal yang benar-benar perlu.
Dan ternyata, berinvestasi di pasar modal itu serupa lari jarak jauh, maraton. Kuncinya ada di konsistensi dan perseverance. Semoga ke depannya saya bisa terus mencatat perjalanan saya di blog ini, biar terdokumentasi saja.