Setiap bertemu, gadis kecil berkaleng kecil
Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa
Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil
Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok
Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan
Gembira dari kemayaan riang
Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral
Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang begitu kau hafal
Jiwa begitu murni, terlalu murni
Untuk bisa membagi dukaku
Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil
Bulan di atas itu, tak ada yang punya
Dan kotaku, ah kotaku
Hidupnya tak lagi punya tanda
(Alm. Toto Sudarto Bachtiar)
Seorang rekan suatu waktu mempertanyakan, apa pantas kita “bersirik ria” melihat sebuah perkawinan nan megah sang putri iklan dengan pangeran putra saudagar terkaya negeri.
Mungkin tak pantas, karena dengki, yang kurang lebihnya bermakna “susah liat orang lain senang, dan senang liat orang lain susah” itu memang satu penyakit hati yang menggerogoti kebahagiaan kita sendiri.
Mungkin tak pantas, karena melihat ke atas, apalagi ditingkahi dengan rasa tak senang, sebesar apapun pembenarannya, hanya akan ditujukan untuk mencari-cari kesalahan bapaknya orang lain.
Mungkin tak pantas, karena sinisisme itu tak ubahnya menganggap diri paling benar sendiri, paling mulia sendiri, paling hipokrit sendiri.
Jadi?
Tak ada, saya hanya ingin merenungkan kembali puisi lawas di atas, dan betapa melihat ke bawah, seberapapun kusam dan dekilnya, ternyata jauh memberi manfaat lebih dalam menata hati, ketimbang terus menerus meratapi iri dengki, akibat jejalan berita di tipi, soal duit sekian milyar, sekian trilyun, yang hanya beredar di Jakarta.
*Dan, ah, setelah membaca lagi, muatan sinis dan dengki, ternyata masih mendominasi, di tulisan ini…*
yeah, kenapa coba? 🙄
kirain tadi cerpen bang Amed ai .. 🙂
Kita memang tak bisa berbuat apa-apa lagi soal negara ini kecuali mendengarkan. Itu saja.
saya iri… saya iri dan dengki….
*apa sih*
puisi di atas sering aku dengar ketika ada lomba baca puisi…
Jakarta..oh ..Jakarta…!
Dibalik kemewahannya…menyimpan derita..!
gadis berkaleng kecil…seandainya gadis berjilbab kecil….wkwkwkwk ga mau ikutan iri 😀
mantap bos….
hanyar ja kawa belelihat blog kekawanan nah
kip posting
sundul ganeh, jadi inget forum sebelahyang mengklaim banyak blogger pindah kesanasungguh sebuah postingan yang penuh kata2 ambigu, kayanya perlu berisik juga sih, sementara pulau kita Kalimantan ini adalah salah satu lahan keruk harta
bapaknyaorang-orang itu, lalu kegelapan karena pasokan listrik terganggu sebab bahan bakar pembangkit asam-asam mengalami kekurangan, lah dia malah bikin perta yang menghabiskan dana kira2 cukup buat biaya beli bahan bakar pembangkit listrik kita selama hampir 2 tahun.*kok saya jadi ikutan dengki ya..?*
@ Lumiere
Karena banyak yang merasa membutuhkan jakarta?
@ Nia
Bukan, ini infotemen..
@ Zian X-Fly
Yakin tak bisa berbuat apa-apa?
@ Itikkecil
Kebanyakan nonton sonetron kayaknya tante ini…
@ Hariesaja
Sering jadi juri lomba ya Om?
@ Aap
Tapi tetap saja, ke sanalah pandangan kita selalu diarahkan.
@ Iezul
Curcol mulu…
@ Aulia
Nggih.
@ Carbone
Nggak usah jauh-jauh ke sini deh Om, tak kurang dari dua kilometer dari lokasi pesta itu saja, pasti ada kampung kumuhnya…